Cerpen : Aku, Kamu dan Sahabatmu



Cerpen : Aku, Kamu dan Sahabatmu

Namaku Pelangi. Kata orang-orang nama ini cantik dan indah. Ya, pelangi yang muncul tatkala hujan reda memang tampak selalu indah. Tapi, tak sama halnya dengan kisah cintaku. Kisah cinta yang pernah ku alami tak pernah berjalan indah seperti kisah cinta yang aku impikan selama ini. Tak seindah pula dengan namaku. Hal ini membuatku penat. Membuatku tak ingin merasakan lagi yang namanya cinta.

Ternyata hidup tanpa cinta tak seburuk dengan apa yang aku bayangkan. Aku mulai menikmati statusku sebagai seorang jomblo. Aku merasa bebas sebebas burung pipit yang bisa hinggap ke tempat yang ia suka tanpa ada yang menghalangi. Aku bebas pergi ke mana dan dengan siapa saja yang bisa membuatku senang. Kini hidupku terasa lebih indah daripada sebelumnya.

Namun, ternyata keadaan seperti ini tak berlangsung lama. Dengan usiaku yang sudah masuk seperempat abad, aku sadar kalau sudah saatnya aku harus memikirkan masa depanku. Aku gak bisa hanya memikirkan diriku sendiri dengan mencari kesenangan untuk diri sendiri. Terlebih lagi, orang tuaku yang selalu menyuruhku agar aku segera mencari pendamping hidup. Orang tuaku memang memberikan kepercayaan seutuhnya padaku untuk memilih pendamping hidupku sendiri. Mereka tidak pernah ikut campur dalam kisah-kisah cintaku. Tapi, kali ini mereka benar-benar berharap aku akan segera menikah. Mereka selalu khawatir dengan semakin bertambahnya usiaku yang harusnya sudah pantas untuk memiliki keluarga sendiri.

Jujur saja, aku sangat terbebani dengan keinginan orang tuaku tersebut. Aku ingin memenuhi harapan mereka, tapi sampai sekarang aku masih takut untuk kembali membuka hati untuk seorang laki-laki. Rasa trauma akan sakit hati itulah yang selalu membuatku melangkah mundur dan takut kembali merasakan kandasnya cinta untuk kesekian kalinya. Aku selalu mengatakan, ‘sabar ya bu, doain aja aku segera menemukan seseorang yang tepat untukku’. Hanya jawaban itulah yang dapat aku berikan saat orang tuaku menanyakan hal itu padaku. Ya Tuhan, pertemukanlah aku dengan jodohku. Aku sudah lelah menjawab setiap pertanyaan semua orang yang menanyakan kapan aku nikah. Aku lelah Tuhan…

Setiap aku berdoa, selalu kalimat-kalimat itu yang aku ucapkan. Untuk sekarang ini memang hanya itu yang aku inginkan. Hanya itu yang bisa membuatku terbebas dari masalah yang selalu membebaniku. Tapi, harus aku cari ke mana dan apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku tidak tahu. Aku bingung dan benar-benar tidak tahu harus berbuat apa.

Tak sedikit laki-laki datang dan pergi dari kehidupanku. Tak jarang pula aku mencoba bermain hati dengan mereka. Namun, yang kurasakan hanya rasa kecewa yang begitu mendalam.
***

Suatu hari, teman-teman kerjaku memberitahuku bahwa ada karyawan baru di tempat kami bekerja. Aku bekerja di suatu perusahaan jasa. Sudah 2 tahun lamanya. Karyawan baru itu di tempatkan di bagian yang sama denganku. Dia memperkenalkan diri pada teman-teman satu kantor termasuk padaku. Namanya Arya. Kesan pertama yang aku lihat dari dia, ‘hmm lumayan juga ini orang’. Pikirku dalam hati. Dia memang orang yang ramah dan mudah bergaul. Wajar kalau dalam waktu beberapa hari saja, dia sudah akrab dengan hampir semua teman kantor.

Suatu hari, dia menghampiri meja kerjaku. Dia bertanya tentang sebuah laporan yang dia tidak mengerti maksudnya. Aku pun dengan sabar berusaha menerangkan sedetail mungkin padanya agar dia bisa paham apa yang dimaksud dari isi laporan tersebut. Akhirnya ia pun mengerti dan melanjutkan pekerjaannya.

Saat aku hendak keluar kantor untuk membeli makan siang, tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku. Dengan perasaan tidak yakin, aku pun menoleh tanpa sempat menyahut. Sumber suara itu pun menghampiriku. Ternyata yang memanggilku itu Arya. Dia ingin menawarkan diri untuk makan siang bersamaku. Tanpa pikir panjang, aku pun mengiyakan tawarannya.

Aku dan dia menghabiskan waktu makan siang bersama. Kami makan sambil membicarakan tentang diri masing-masing. Setelah lumayan lama ngobrol, aku mulai merasakan nyaman berada di dekatnya. Kesan yang bagus untuk awal pertemanan.

Sejak hari itu, hubunganku dan dia semakin dekat. Aku mulai mempercayainya untuk kujadikan seorang sahabat. Banyak hal dan kisah tentangku telah aku ceritakan padanya. Dia selalu menjadi pendengar yang baik. Tak jarang dia juga memberikan nasehat atau pun solusi atas masalahku. Hal ini lah yang membuat tak ada sedikitpun keraguan dalam hatiku untuk selalu percaya padanya.

Tak hanya sebagai sahabat ketika di kantor. Dia juga sering mengajakku keluar meski hanya untuk sekedar mencari angin. Keadaan ini semakin membuatku nyaman. Hingga suatu hari dia memperkenalkanku pada temannya yang tinggal satu kost dengannya. Namanya Rendy. Kalau boleh berkomentar, aku suka dengan pribadi Rendy yang sopan, lembut dan berjiwa petualang. Dan kalau boleh bilang, Rendy merupakan tipe laki-laki yang aku suka dan aku cari selama ini.

Setelah beberapa lama aku mengenal Rendy, kami pun mulai akrab. Tanpa sepengetahuan Arya, Rendy sering menghubungiku lewat telepon. Kami sering pergi bersama dan menikmati saat-saat berdua. Semakin lama aku bersamanya, semakin aku mengenal pribadinya. Aku pun semakin tertarik padanya. Tak terasa, sedikit demi sedikit aku merasakan benih-benih cinta tumbuh dalam hatiku. Aku pun tak ragu lagi untuk mengajaknya ke rumah untuk ku perkenalkan kepada orang tuaku. Kesan pertama orang tuaku saat melihatnya cukup membuatku lega. Dia pemuda yang sopan dan rendah hati.

Dan suatu malam, aku pergi dengannya ke sebuah taman hiburan. Hal itu pun tak diketahui oleh Arya. Sampai akhirnya dia sendiri yang mengetahui kalau hubunganku dan Rendy semakin dekat setelah dia melihat foto kami berdua di taman hiburan itu. Dalam sekejap, sikap Arya berubah drastis padaku. Dia tak lagi menjadi manis seperti biasanya. Aku benar-benar tak mengerti dengan perubahan sikapnya itu.

Hingga akhirnya aku tahu penyebab perubahan sikapnya itu dari teman dekatku. Dia bilang kalau ternyata selama ini Arya diam-diam menaruh hati padaku. Sebelum mengenalku dan pindah ke kota ini, dia telah memiliki seorang kekasih yang tinggal satu kota di tempat tinggalnya dulu. Tapi, setelah menjalani hubungan jarak jauh, hubungan mereka mulai renggang dan kandas di tengah jalan. Pada hari yang sama ketika aku pergi ke taman hiburan dengan Rendy, Arya pulang ke rumah orang tuanya. Dia ternyata berniat meminta restu pada orang tuanya untuk meminangku. Tapi, kenyataan yang ia dapat, aku justru pergi bersama dengan teman dekatnya. Hatinya hancur seketika.
Aku sungguh tak menduga hal seperti ini akan terjadi. Aku kaget mendengar semua cerita itu dari temanku yang lebih dulu mendengar cerita lengkapnya dari mulut Arya sendiri. Kenapa dia tidak pernah mengatakan yang sejujurnya padaku. Kenapa justru dia mengenalkan Rendy padaku. Semua ini membuatku semakin bingung. Aku kini telah terlanjur menyukai Rendy, sahabatnya. Tapi, aku juga tak ingin mengecewakan sahabatku, Arya.

Keadaan menjadi semakin rumit ketika Rendy mengetahui semua kenyataan itu. Perlahan dia mulai menjauhiku. Dia juga tak ingin menyakiti perasaan Arya yang lebih dulu menaruh hati padaku. Hatiku kini hancur. Kedua laki-laki itu kini menjauhiku. Tak ada yang bisa aku lakukan untuk memperbaiki semua ini. Rendy, laki-laki yang aku sukai lebih memilih untuk pergi dan mencari pengganti selain diriku. Sedangkan Arya, dia masih berharap agar aku bisa menerimanya. Tapi, aku tak bisa membohongi perasaanku sendiri. Aku menganggap dia hanya sebatas seorang sahabat, tak lebih dari itu. Maafkan aku Arya, aku tak bermaksud menyakitimu. Andai boleh memilih, aku ingin kita bisa bersama seperti dulu, tertawa dan jalan-jalan bersama, namun hanya sebagai seorang sahabat, tak lebih. Aku merindukan saat-saat seperti itu. Mungkinkah saat-saat itu akan kembali. Aku tak pernah tau karena sampai detik ini pun kau masih diam dan dingin padaku.


Ayah… Ibu… Jangan mendesakku lagi untuk cepat-cepat mencari pendamping hidup. Aku lelah merasakan sakit seperti ini. Aku sungguh lelah. Biarkan saat itu akan datang dengan sendirinya. Aku akan menunggu dengan sabar hingga saat yang indah itu yang akan datang menghampiriku. Aku tak ingin lagi mencintai cinta yang salah. Yang aku punya saat ini hanyalah sebuah keyakinan bahwa suatu hari nanti aku akan merasakan indahnya cinta, seperti keindahan pelangi saat hujan telah reda.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerpen : Aku, Kamu dan Sahabatmu"

Post a Comment