Hukum jualan Dropship menurut ISLAM




Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Mau tanya, apa hukum jualan menggunakan sistem dropship? Yaitu saya menjual barang yang belum ada pada saya ke si A. Begitu si A transfer, saya membeli dari si B dan si B tersebut mengirimkan barangnya ke si A menggunakan nama saya sebagai pengirim. Apakah jual beli seperti ini halal? mengingat ada hadis yang menyatakan

Diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam radhiallahu ‘anhu, ia berkata:
“Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak kumiliki, apakah boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang diinginkannya dari pasar? Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki!” (HR. Abu Daud. Hadis ini dishahihkan oleh Al-Albani).
Mohon penjelasannya.
Dari: Ikhwan Nurudin
Jawaban:
Wa’alaikumussalam
bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, wa ba’du,
Patutlah bersyukur bila Anda berminat menjadi pengusaha. Segera upayakan agar keinginan itu benar-benar terwujud. Jumlah pengusaha di negeri ini masih relatif sedikit. Data pada Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah menyebutkan, Indonesia masih membutuhkan sekitar 4,75 juta orang wirausahawan. Berdasarkan pendekatan usaha formal, jumlah wirausahawan yang ada baru sekitar 592.467 orang. Jadi, masih dibutuhkan sekitar 4,15 juta orang lagi. Salah satu peluang bisnis yang bisa dikerjakan para wirausahawan adalah dropshipping.

Dropshipping

Hadirnya sistem dropshipping bak hembusan angin surga bagi banyak orang untuk dapat mewujudkan impian menjadi penguaha sukses. Betapa tidak. Dengan sistem dropshipping, Anda dapat menjual berbagai produk ke konsumen, tanpa butuh modal atau berbagai piranti keras lainnya. Yang dibutuhkan hanyalah foto-foto produk yang berasalkan dari supplier/toko. Anda dapat menjalankan usaha sistem ini walau tanpa membeli barang terlebih dahulu, dan ajaibnya, dropshipper dapat menjualnya ke konsumen dengan harga yang dia tentukan sendiri.
Dalam sistem dropshipping, konsumen terlebih dahulu membayar secara tunai atau transfer ke rekening dropshipper. Selanjutnya dropshipper membayar ke supplier sesuai harga beli dropshipper disertai ongkos kirim barang ke alamat konsumen. Dropshipper berkewajiban menyerahkan data konsumen, yakni berupa nama, alamat, dan nomor telepon kepada supplier. Bila semua prosedur terebut dipenuhi, supplier kemudian mengirimkan barang ke konsumen. Namun perlu dicatatkan, walau supplier yang mengirimkan barang, tetapi nama dropshipper-lah yang dicantumkan sebagai pengirim barang. Pada transaksi ini, dropshipper nyaris tidak megang barang yang dia jual. Dengan demikian, konsumen tidak mengetahui bahwa sejatinya ia membeli barang dari supplier (pihak kedua), dan bukan dari dropshipper (pihak pertama).

Keuntungan Sistem Dropshipping

Beberapa keuntungan sistem dropshipping antara lain:
1. Dropshipper mendapat untung atau fee atas jasanya memasarkan barang milik supplier.
2. Tidak membutuhkan modal besar untuk menjalankan sistem ini.
3. Sebagai dropshipper, Anda tidak perlu menyediakan kantor dan gudang barang.
4. Walau tanpa berbekal pendidikan tinggi, asalkan cakap berselancar di dunia maya, Anda dapat menjalankan sistem ini.
5. Anda terbebas dari beban pengemasan dan distribusi produk.
6. Sistem ini tidak kenal batas waktu atau ruang, alias Anda dapat menjalankan usaha ini kapan pun dan di mana pun Anda berada.

Hukum Sistem Dropshipping

Jangan hanya sebatas memikirkan kemudahan atau besarnya keuntungan. Status halal dan haram setiap jenis usaha yang hendak Anda jalankan harusnya menempati urutan pertama dari semua pertimbangan. Sikap ini selaras dengan doa Anda kepada Allah ‘Azza wa Jalla,
“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan rezeki-Mu yang halal sehingga aku tidak membutuhkan kepada hal-hal yang Engkau haramkan. Dan jadikanlah aku merasa puas dengan kemurahan-Mu sehingga aku tidak mengharapkan kemurahan selain kemurahan-Mu.”
Dan untuk mengetahui status hukum halal-haram suatu perniagaan, Anda harus melihat tingkat keselarasan sistemnya dengan prinsip-prinsip dasar perniagaan dalam syariat. Bila perniagaan selaras dengan prinsip syariat, halal untuk Anda jalankan. Namun bila terbukti menyeleweng dari salah satu prinsip atau bahkan lebih, sepantasnya Anda mewaspadainya. Berikut beberapa prinsip syariat dalam perniagaan sistem dropshipping yang perlu Anda cermati.
Prinsip Pertama: Kejujuran
Berharap mendapat keuntungan dari perniagaan bukan berarti menghalalkan dusta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beberapa kesempatan menekankan pentingnya arti kejujuran dalam perniagaan, di antara melalui sabdanya, “Kedua orang yang terlibat transaksi jual-beli, selama belum berpisah, memiliki hak pilih untuk membatalkan atau meneruskan akadnya. Bila keduanya berlaku jujur dan transparan, maka akad jual-beli mereka diberkahi. Namun bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya keberkahan penjualannya dihapuskan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Prinsip Kedua: Jangan Menjual Barang yang tidak Anda Miliki
Islam sangat menekankan kehormatan harta kekayaan kepada para penganutnya. Karena itu Islam mengharamkan berbagai bentuk tindakan merampas atau pemanfaatan harta orang lain tanpa izin atau kerelaan darinya. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa’ 29).
Tidak halal harta orang Muslim, kecuali atas dasar kerelaan jiwa darinya.” (HR. Ahmad, dan lainnya). Begitu besar penekanan Islam tentang hal ini, sehingga Islam menutup segala celah yang dapat menjerumuskan umat Islam kepada praktik memakan harta saudaranya tanpa alasan yang dibenarkan.
Prinsip Ketiga: Hindari Riba dan Berbagai Celahnya
Sejarah umat manusia telah membuktikan bahwa praktik riba senantiasa mendatangkan kehancuran tatanan ekonomi masyarakat. Wajar bila Islam mengharamkan praktik riba dan berbagai praktik niaga yang dapat menjadi celah terjadinya praktik riba. Di antara celah riba yang telah ditutup dalam Islam adalah dalam hal menjual kembali barang yang telah Anda beli namun secara fisik belum sepenuhnya Anda terima dari penjual.
Belum sepenuhnya Anda terima bisa jadi:
(1) Anda masih satu majelis dengan penjual, atau
(2) Fisik barang belum Anda terima, walaupun Anda telah berpisah tempat dengan penjual.
Pada kedua kondisi tersebut Anda belum dibenarkan menjual kembali barang yang telah Anda beli. Hal ini mengingat kedua kondisi tersebut menyisakan celah terjadinya praktik riba. Sahabat Ibnu Umar Radhiallahu‘anhuma mengisahkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari menjual kembali setiap barang di tempat barang itu dibeli, hingga barang itu dipindahkan oleh para pembeli ke tempat mereka masing-masing.” (HR. Abu dawud dan Al-Hakim)
Dalam hadis lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia benar-benar telah menerimanya.” Ibnu ‘Abbas berkata, “Dan saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Sahabat Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma ditanya lebih lanjut tentang alasan larangan tersebut menyatakan, “Yang demikian itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda (sekadar kedok belaka).” (Muttafaqun ‘alaih)
Sistem dropshipping pada praktiknya bisa melanggar ketiga prinsip terebut, atau salah satunya, sehingga keluar dari aturan syariat alias haram. Seorang dropshipper bisa aja mengaku sebagai pemiliki barang atau sebagai agen. Padahal kenyataannya tidak demikian. Karena dusta, konsumen menduga ia mendapatkan barang dengan harga murah dan terbebas dari praktik percaloan. Padahal kenyataannya tidak demikian. Andai ia menyadari sedang berhadapan dengan seorang agen atau pihak kedua, bisa saja ia mengurungkan pembeliannya.
Pelanggaran bisa juga berupa dropshipper menawarkan, lalu menjual barang yang belum ia terima. Ini walaupun ia telah membelinya dari supplier. Dengan demikian, dropshipper melanggar larangan Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana tersebut dalam di atas. Atau bisa jadi dropshipper menentukan keuntungan melebihi yang diizinkan supplier. Jelaslah, ulah dropshipper merugikan supplier, karena barang dagangan miliknya telat laku, atau bahkan kehilangan pasar.
Solusi
Agar terhindar dari berbagai pelanggaran-pelanggaran terebut, Anda dapat melakukan salah dari beberapa alternatif berikut ini.
Alternatif Pertama: Sebelum menjalankan sistem dropshipping, terlebih dahulu Anda menjalin kesepakatan kerjasama dengan supplier. Atas kerjasama ini Anda mendapatkan wewenang untuk turut memasarkan barang dagangannya. Atas partisipasi Anda, Anda berhak mendapatkan fee alias upah yang nominalnya telah disepakati bersama. Penentuan fee bisa saja dihitung berdasarkan waktu kerjasama. Atau berdasarkan jumlah barang yang telah Anda jual. Bila alternatif ini yang Anda pilih,  berarti Anda bersama supplier menjalin akad ju’alah (jual jasa). Ini salah satu model akad jual-beli jasa yang upahnya ditentukan sesuai hasil kerja, bukan waktu kerja.
Alternatif Kedua: Anda dapat mengadakan kesepakatan dengan calon konsumen. Atas jasa Anda untuk pengadaan barang, Anda mensyaratkan imbalan dalam nominal tertentu. Dengan demikian, Anda menjalankan model usaha jual-beli jasa, atau semacam biro jasa pengadaan barang.
Alternatif Ketiga: Anda dapat menggunakan skema akad salam. Dengan demikian, Anda berkewajiban menyebutkan berbagai kriteria barang kepada calon konsumen, baik dilengkapi dengan gambar barang atau tidak. Setelah ada calon konsumen yang berminat terhadap barang yang Anda tawarkan dengan harga yang disepakati, barulah Anda mengadakan barang. Skema salam barangkali yang paling mendekati sistem dropshipping. Walau demikian, perlu dicatat adanya dua hal penting yang mungkin membedakan di antara keduanya.
1. Dalam skema akad salam, calon konsumen harus membayar tunai alias lunas pada awal akad.
2. Semua risiko selama pengiriman barang hingga barang tiba di tangan konsumen menjadi tanggung jawab dropshipper, dan bukan supplier.
Alternatif Keempat: Anda menggunakan skema akad murabahah lil ‘amiri bissyira’ (pemesanan tidak mengikat). Yaitu ketika ada calon konsumen yang tertarik dengan barang yang Anda pasarkan, segera Anda mengadakan barang tersebut sebelum ada kesepakatan harga dengan calon pembeli. Setelah mendapatkan barang yang diinginkan, segera Anda mengirimkannya ke calon pembeli. Setiba barang di tempat calon pembeli, barulah Anda mengadakan negosiasi penjualan dengannya. Calon pembeli memiliki wewenang penuh untuk membeli atau mengurungkan rencananya.
Mungkin Anda berkata, bila alternatif tersebut yang saya pilih, betapa besar risiko yang harus saya pikul. Betapa susahnya kerja saya. Terlebih bila calon pembeli berdomisi jauh dari tempat tinggal saya.
Saudaraku, apa yang Anda utarakan benar adanya. Karena itu, mungkin alternatif tersebut yang paling sulit untuk diterapkan. Terutama bila Anda menjalankan bisnis secara online. Walau demikian, bukan berarti risiko besar tidak dapat ditanggulangi. Untuk menanggulanginya, sebagai penjual, Anda dapat mensyaratkan hak khiyar (hak pilih membatalkan pembelian) kepada supplier dalam batas waktu tertentu. Dengan demikian, bila calon pembeli batal membeli, Anda dapat mengembalikan barang kepada supplier. Sebagaimana Anda juga dapat mensyaratkan kepada calon pembeli bahwa bila batal membeli, ia menanggung seluruh biaya mendatangkan barang dan mengembalikannya kepada supplier.
Semoga dapat menambah khazanah ilmu agama Anda. Semoga Allah Ta’ala memudahkan dan memberkahi perniagaan Anda. Wallahu Ta’ala a’alam bisshawab.
Keterangan dia atas adalah artikel yang ditulis oleh Dr. Muhammad Arifin Badri, dan diterbitkan dalam majalah Pengusaha Muslim edisi 31. Pada edisi ini, majalah Pengusaha Muslim secara khusus mengupas Halal-haram Bisnis Online. Berikut beberapa artikel penting lainnya:
1. Halal-haram Google adsense
Artikel ini ditulis oleh Ustadz Aris Munandar, M.PI. Secara khusus mengupas batasan halal-haram melakukan bisnis iklan melalui Google adsense.
2. Kaidah Umum Bisnis Online yang Halal
Secara khusus, melalui artikel ini, Dr. Muhammad Arifin Baderi mengupas batasan umum dalam kerangka kajian fikih mengenai bisnis online yang banyak diterapkan pelaku bisnis dunia maya
3. Hukum Bisnis Afiliasi
Afiliasi ebook yang sempat booming di dunia maya, ternyata menyimpan banyak masalah. Oleh Dr. Muhammad Arifin Baderi, disimpulkan bahwa bisnis ini sejatinya bertentangan dengan aturan syariah.
4. Masalah Software Bajakan
Pengguna internet, umumnya tidak bisa lepas dari software andalannya. Di sisi lain, nilai nominal sebuah software, hampir tidak sepadan dengan keuntungan yang didapatkan. Adakah jalan pintas yang dihalalkan? Anda bisa simak studi kasus oleh Ustadz Kholid Samhudi, Lc. dalam artikel ini.
5. Transaksi salam online
Transaksi salam merupakan salah satu alternatif untuk model bisnis online yang halal. Bagaimana bentuk transaksi ini? Dr. Erwandi Tarmidzi mengajak anda untuk memahaminya dari sudut pandang fikih klasik dan kontemporer.
6. Zakat Uang Paypal
Di rubrik zakat, Ustad Muhammad Yasir, Lc menyesuaikan artikelnya dengan mengupas aturan zakat untuk Paypal

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hukum jualan Dropship menurut ISLAM"

Post a Comment